Salah satu indikator keberhasilan pendidikan secara mikro di tataran pembelajaran level kelas adalah tatkala seorang guru mampu membangun motivasi belajar para siswanya. Jika siswa-siswa itu dapat ditumbuhkan motivasi belajarnya, maka sesulit apa pun materi pelajaran atau proses pembelajaran yang diikutinya niscaya mereka akan menjalaninya dengan "enjoy" dan "pede".
Tulisan ini mencoba mengangkat apa itu motivasi, belajar, dan pentingnya
motivasi belajar siswa dalam proses pembelajaran.
A. Pengertian Motivasi
Banyak pakar yang merumuskan definisi 'motivasi' sesuai dengan kajian yang
diperdalamnya. Rumusannya beraneka ragam, sesuai dengan sudut pandang dan
kajian perspektif bidang telaahnya. Namun demikian, ragam definisi tersebut
memiliki ciri dan kesamaan. Di bawah ini dideskripsikan beberapa kutipan
pengertian 'motivasi'.
Michel J. Jucius (Onong Uchjana Effendy, 1993: 69-70) menyebutkan 'motivasi'
sebagai "kegiatan memberikan dorongan kepada seseorang atau diri sendiri
untuk mengambil suatu tindakan yang dikehendaki".
Menurut Dadi Permadi (2000: 72) 'motivasi' adalah "dorongan dari dalam
untuk berbuat sesuatu, baik yang positif maupun yang negatif".
Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (2004: 64-65), apa saja yang diperbuat
manusia, yang penting maupun kurang penting, yang berbahaya maupun yang tidak
mengandung resiko, selalu ada motivasinya. Ini berarti, apa pun tindakan yang
dilakukan seseorang selalu ada motif tertentu sebagai dorongan ia melakukan
tindakannya itu. Jadi, setiap kegiatan yang dilakukan individu selalu ada
motivasinya.
Lantas, Nasution (2002: 58), membedakan antara 'motif' dan 'motivasi'. Motif
adalah segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan
motivasi adalah usaha-usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi, sehingga orang
itu mau atau ingin melakukannya.
Berdasarkan deskripsi di atas, 'motivasi' dapat dirumuskan sebagai sesuatu
kekuatan atau energi yang menggerakkan tingkah laku seseorang untuk beraktivitas.
Motivasi dapat diklasifikasikan menjadi dua: (1) motivasi intrinsik, yaitu
motivasi internal yang timbul dari dalam diri pribadi seseorang itu sendiri,
seperti sistem nilai yang dianut, harapan, minat, cita-cita, dan aspek lain
yang secara internal melekat pada seseorang; dan (2) motivasi ekstrinsik, yaitu
motivasi eksternal yang muncul dari luar diri pribadi seseorang, seperti
kondisi lingkungan kelas-sekolah, adanya ganjaran berupa hadiah (reward) bahkan
karena merasa takut oleh hukuman (punishment) merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi motivasi)
B. Pengertian Belajar
Banyak definisi yang diberikan tentang 'belajar'. Misalnya Gage (1984),
mengartikan 'belajar' sebagai suatu proses di mana organisma berubah
perilakunya.
Cronbach mendefinisikan belajar: "learning is shown by a change in
behavior as a result of experience" (belajar ditunjukkan oleh suatu
perubahan dalam perilaku individu sebagai hasil pengalamannya). Harold Spears
mengatakan bahwa: learning is to observe, to read, to imitate, to try something
themselves, to listen, to follow direction" (belajar adalah untuk
mengamati, membaca, meniru, mencoba sendiri sesuatu, mendengarkan, mengikuti
arahan). Adapun Geoch, menegaskan bahwa: "learning is a change in
performance as result of practice." (belajar adalah suatu perubahan di
dalam unjuk kerja sebagai hasil praktik).
Kemudian, menurut Ratna Willis Dahar (1988: 25-26), "belajar didefinisikan
sebagai perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman". Paling
sedikit ada lima macam perilaku perubahan pengalaman dan dianggap sebagai
faktor-faktor penyebab dasar dalam belajar:
Pertama, pada tingkat emosional yang paling primitif, terjadi perubahan
perilaku diakibatkan dari perpasangan suatu stimulus tak terkondisi dengan
suatu stimulus terkondisi. Sebagai suatu fungsi pengalaman, stimulus terkondisi
itu pada suatu waktu memeroleh kemampuan untuk mengeluarkan respons terkondisi.
Bentuk semacam ini disebut responden, dan menolong kita untuk memahami
bagaimana para siswa menyenangi atau tidak menyenangi sekolah atau
bidang-bidang studi.
Kedua, belajar kontiguitas, yaitu bagaimana dua peristiwa dipasangkan satu
dengan yang lain pada suatu waktu, dan hal ini banyak kali kita alami. Kita
melihat bagaimana asosiasi ini dapat menyebabkan belajar dari 'drill' dan
belajar stereotipe-stereotipe.
Ketiga, kita belajar bahwa konsekuensi-konsekuensi perilaku memengaruhi apakah
perilaku itu akan diulangi atau tidak, dan berapa besar pengulangan itu.
Belajar semacam ini disebut belajar operant.
Keempat, pengalaman belajar sebagai hasil observasi manusia dan
kejadian-kejadian. Kita belajar dari model-model dan masing-masing kita mungkin
menjadi suatu model bagi orang lain dalam belajar observasional.
Kelima, belajar kognitif terjadi dalam kepala kita, bila kita melihat dan
memahami peristiwa-peristiwa di sekitar kita, dan dengan insight, belajar
menyelami pengertian.
Akhirnya, Depdiknas (2003) mendefinisikan 'belajar' sebagai proses membangun
makna/pemahaman terhadap informasi dan/atau pengalaman. Proses membangun makna
tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Proses itu
disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan awal), dan perasaan siswa.
Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru. Hal
ini terbukti, yakni hasil ulangan para siswa berbeda-beda padahal mendapat
pengajaran yang sama, dari guru yang sama, dan pada saat yang sama. Mengingat
belajar adalah kegiatan aktif siswa, yaitu membangun pemahaman, maka
partisipasi guru jangan sampai merebut otoritas atau hak siswa dalam membangun
gagasannya.
Dengan kata lain, partisipasi guru harus selalu menempatkan pembangunan
pemahaman itu adalah tanggung jawab siswa itu sendiri, bukan guru. Misal, bila
siswa bertanya tentang sesuatu, maka pertanyaan itu harus selalu dikembalikan
dulu kepada siswa itu atau siswa lain, sebelum guru memberikan bantuan untuk
menjawabnya. Seorang siswa bertanya, "Pak/Bu, apakah tumbuhan punya
perasaan?" Guru yang baik akan mengajukan balik pertanyaan itu kepada siswa
lain sampai tidak ada seorang pun siswa dapat menjawabnya. Guru kemudian
berkata, "Saya sendiri tidak tahu, tetapi bagaimana jika kita melakukan
percobaan?".
Jadi, berdasarkan deskripsi di atas, 'belajar' dapat dirumuskan sebagai proses
siswa membangun gagasan/pemahaman sendiri untuk berbuat, berpikir, berinteraksi
sendiri secara lancar dan termotivasi tanpa hambatan guru; baik melalui
pengalaman mental, pengalaman fisik, maupun pengalaman sosial.
C. Pentingnya Motivasi Belajar Siswa
Dalam kegiatan pembelajaran, 'perhatian' berperan amat penting sebagai langkah
awal yang akan memacu aktivitas-aktivitas berikutnya. Dengan 'perhatian',
seseorang berupaya memusatkan pikiran, perasaan emosional atau segi fisik dan
unsur psikisnya kepada sesuatu yang menjadi tumpuan perhatiannya.
Gage dan Berliner (1984) mengungkapkan, tanpa adanya perhatian tidak mungkin
terjadi belajar. Jadi, seseorang siswa yang menaruh minat terhadap materi
pelajaran, biasanya perhatiannya akan lebih intensif dan kemudian timbul motivasi
dalam dirinya untuk mempelajari materi pelajaran tersebut.
Di sini, motivasi belajar dapat didefinisikan sebagai usaha-usaha seseorang
(siswa) untuk menyediakan segala daya (kondisi-kondisi) untuk belajar sehingga
ia mau atau ingin melakukan proses pembelajaran.
Dengan demikian, motivasi belajar dapat berasal dari diri pribadi siswa itu
sendiri (motivasi intrinsik/motivasi internal) dan/atau berasal dari luar diri
pribadi siswa (motivasi ekstrinsik/motivasi eksternal). Kedua jenis motivasi
ini jalin-menjalin atau kait mengait menjadi satu membentuk satu sistem
motivasi yang menggerakkan siswa untuk belajar.
Jelaslah sudah pentingnya motivasi belajar bagi siswa. Ibarat seseorang
menjalani hidup dan kehidupannya, tanpa dilandasi motivasi maka hanya
kehampaanlah yang diterimanya dari hari ke hari. Tapi dengan adanya motivasi
yang tumbuh kuat dalam diri seseorang maka hal itu akan merupakan modal
penggerak utama dalam melakoni dunia ini hingga nyawa seseorang berhenti
berdetak. Begitu pula dengan siswa, selama ia menjadi pembelajar selama itu
pula membutuhkan motivasi belajar guna keberhasilan proses pembelajarannya.
*) Arief Achmad, Guru SMAN 21 Bandung. Ketua AGP-PGRI Jawa Barat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar