Sabtu, 17 September 2011

Materi Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan 04

HAK ASASI MANUSIA DAN  RULE OF LAW : (Sebuah Pengantar)
I. Pendahuluan

Pasal 1 ayat (3) Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas negara hukum (the rule of law). Pakar ilmu sosial, Franz-Magnis Suseno (1990), melihat bahwa perlindungan HAM adalah salah satu elemen dari the rule of law, selain hukum yang adil. Kita bisa melacak akar prinsip the rule of law dari putusan-putusan pengadilan internasional seperti Pengadilan Hak Azasi Manusia (HAM) Eropa dan Komite HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk mengetahui pembahasan antara the rule of law dan Hak Asasi Manusia.

Pembukaan UUD 1945 menyatakan terbentuknya Negara adalah untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dinyatakan bahwa untuk itu, UUD 1945 harus mengandung ketentuan yang “mewajibkan Pemerintah dan penyelenggara Negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.” UUD 1945 selanjutnya menegaskan bahwa “Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtstaat).

Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak-hak yang (seharusnya) diakui secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan kodrat kelahiran manusia itu sebagai manusia. Dikatakan ‘universal’ karena hak-hak ini dinyatakan sebagai bagian dari kemanusiaan setiap sosok manusia, tak peduli apapun warna kulitnya, jenis kelaminnya, usianya, latar belakang kultural dan pula agama atau kepercayaan spiritualitasnya. Sementara itu dikatakan ‘melekat’ atau ‘inheren’ karena hak-hak itu dimiliki sesiapapun yang manusia berkat kodrat kelahirannya sebagai manusia dan bukan karena pemberian oleh suatu organisasi kekuasaan manapun. Karena dikatakan ‘melekat’ itu pulalah maka pada dasarnya hak-hak ini tidak sesaatpun boleh dirampas atau dicabut.

Dari uraian pendahuluan di atas, penulis melihat penting dan menariknya wawasan tentang HAM dan rule of law. Oleh sebab itu, penulis berusaha menjabarkan pembahasannya dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian rule of law dan Hak Asasi Manusia?; dan
2. Apa kaitan antara rule of law dan Hak Asasi Manusia?

II. Pembahasan tentang Rule of law dan Hak Asasi Manusia

a. Rule of law: Sebuah Pengantar
Indonesia adalah Negara hukum (rechstaat) dan bukan negara kekuasaan (machstaat). Hal ini tertulis dalam Konstitusi Indonesia. UU 1945 dan tertuang dalam Pasal 1 (3) UUD 1945. Pertanyaannya adalah apa sebenarnya negara hukum? Konsep Negara hukum sangat dekat dengan konsep rule of law. Dalam arti sederhana rule of law diartikan oleh Thomas Paine sebagai tidak ada satu pun yang berada di atas hukum dan hukumlah yang berkuasa.

Dalam konsep modern, apa yang dikatakan oleh Thomas Paine kemudian didefinisikan secara lebih menyeluruh. Dunia modern kemudian mendefiniskan rule of law sebagai konsep yang melibatkan prinsip dan aturan yang memberi pedoman pada mekanisme tertib hukum (legal order). Ditegaskan dalam hal ini bahwa rule of law menuntut adanya regulasi dengan kualitas tertentu

Definisi rule of law di atas kemudian dirinci yang memudahakan penilaian. Salah satu definisi yang rinci tedapat dalam laporan Sekretaris Jenderal PBB, sebagai berikut :
The "rule of law" is a concept at the very heart of the Organization.s mission.
It refers to a principle of governance in which all persons, institutions and entities, public and private, including the State itself, are accountable to laws that are publicly promulgated, equally enforced and independently adjudicated, and which are consistent with international human rights norms and standards. It requires, as well, measures to ensure adherence to the principles of supremacy of law, equality before the law, accountability to the law, fairness in the application of the law, separation of powers, participation in decision-making, legal certainty, avoidance of arbitrariness and procedural and legal transparency.
Definisi yang rinci di atas memperlihatkan bahwa rule of law mengandung beberapa elemen penting yaitu: 
  1. Ditaatinya prinsip berkuasanya hukum (supremacy of law)
  2. Persamaan di depan hukum (equality before the law)
  3. Pertanggungjawaban hukum (accountability to the law)
  4. Keadilan dalam penerapan hukum (fairness in the application of the law)
  5. Adanya pemisahan kekuasaan (separation of power)
  6. Adanya partisipasi dalam pembuatan keputusan (participation in the decision making).
  7. Kepastian hukum (legal certainty)
  8. Dihindarinya kesewenang-wenangan (avoidance of arbitrariness)
  9. Adanya keterbukaan prosedur dan hukum (procedural and legal transparency)
Keseluruhan elemen ini harus dilihat untuk dapat mengukur sejauh mana rule of law telah dijalankan.

Ukuran pertama yaitu prinsip supremasi hukum berarti bahwa hukum harus menjadi dasar aturan pelaksaan kekuasaan publik. Masyarakat juga haruslah diatur berdasarkan hukum, bukan berdasarkan moralitas, keuntungan politik atau ideologi. 
Prinsip ini juga mengimplikasikan bahwa badan-badan politik terikat tidak saja pada konstitusi naisonal tetapi juga pada kewajiban hukum hak asasi manusia internasional. Hal ini mengimplikasikan bahwa legislasi yang valid harus diterapkan oleh otoritas dan pengadilan dan bahwa intervensi negara pada kehidupana rakyat haruslah memenuhi standard umum yaitu prinsip legalitas. Dengan demikian rule of law menjadi tameng pelindung rakyat dari adanya penyalahgunaan kekuasaan Ditegaskan bahwa dalam hal ini korupsi jelas tidak sejalan dengan rule of law. 

Sementara itu, prinsip persamaan di depan hukum memuat dua komponen utama yaitu bahwa aturan hukum diterapkan tanpa diskriminasi dan mensyaratkan perlakuan yang setara untuk kasus yang serupa. Adanya pertanggungjawaban hukum (accountability to the law) harus dimaknai bahwa otoritas Negara tidak boleh di luar atau di atas hukum dan harus tunduk pada hukum (subject to the law) seperti halnya warga negara. Pinsip kepastian hukum mengimplikasikan bahwa aturan tidak menyediakan ruang yang banyak untuk adanya diskresi. Prinsip ini tentunya juga berkaitan dengan prinsip keterbukaan dalam hukum dan prosedur.

Dari paparan mengenai elemen penting rule of law dan uraian masing-masing elemen terlihat bahwa rule of law pada dasarnya berfokus pada hukum dan pengembangan kelembagaan. Namun demikian, dalam hal ini harus diingat bahwa Sekretaris Jenderal PBB menyatakan elemen politik adalah penting untuk menjamin dijalankannya rule of law.

b. Tinjauan tentang Hak Asasi Manusia (HAM)

Hak asasi menunjukkan kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang bersifat mendasar. Oleh karena hak asasi bersifat mendasar dan fundamental, maka pemenuhannya bersifat imperatif.

Beberapa pendapat tentang definisi HAM antara lain :
  1. HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia, tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup secara layak.
  2. HAM adalah hak yang dimiliki manusia sejak kelahirannya.
  3. HAM adalah hak dasar sejak lahir merupakan anugerah dari Allah SWT;
  4. HAM adalah seperangkat hak-hak yang melekat pada hakikat dan keberadaban manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.

Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran ham di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan / tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia.
Ciri pokok HAM yaitu:
  1. HAM tidak diberikan atau diwariskan;
  2. HAM untuk semua orang tanpa diskriminasi;
  3. HAM tidak boleh dilanggar, tidak boleh dibatasi.
Sifat-sifat HAM yaitu:
  1. Individual
  2. Universal
  3. Supralegal artinya tdk tergantung kepada negara atau pemerintah;
  4. Kodrati, artiny bersumber dari kodrat manusia;
  5. Kesamaan derajat;
  6. Pelaksanaan HAM tidak boleh melanggar HAM orang lain.


Universalitas dan lokalitas.
Sifat universal maksudnya melekat pada harkat martabat setiap orang.
Lokalitas maksudnya setiap manusia harus diakui dan dihormati hak-hak dasarnya melalui hukum, dan disesuaikan dengan sosio kultural suatu masyarakat atau negara. Pelaksanaannya tidak bisa dilepaskan dari kondisi social, budaya, politik atau pengalaman negara.


Sejarah Perkembangan Perjuangan HAM
a) HAM masa sejarah
  1. Perjuangan nabi Musa pada saat membebaskan umat Yahudi dari perbudakan (tahun 6000 SM).
  2. Hukum Hamirabi di Babylonia yang memberi jaminan keadilan bagi warganegara (tahun 2000 SM);
  3. Socrates (469-399 SM) dan Aristoteles (384-322SM) sebagai filsuf Yunani peletak dasar diakuinya HAM;
  4. Perjuangan Nabi Muhammad SAW untuk membebaskan para bayi wanita dan wanita dari penindasan bangsa Quraisy tahun 600 M
b) Di Inggris
  1. Perjuangan HAM sejak tahun 1215 dengan Magna Charta. Merupakan cermin dan perjuangan rakyat dan bangsawan bagi pemba-tasan kekuasaan Raja John.
  2. Tahun 1628 dikeluarkan piagam Petition of Rights yang berisi tentag hak-hak rakyat beserta jaminannya.
  3. Tahun 1679 muncul Hebeas Corpus Act, mengenai peraturan penahanan, selanjutnya dikeluarkan Bill of Rights
c) Di Amerika Serikat

Perjuangan HAM didasari oleh pemikiran John Locke, tentang hak-hak dalam diri manusia, seperti hak hidup, kebebasan dan hak milik. Kemudian dijadikan landasan bagi pengakuan HAM yang terlihat dalam Declaration of Independence of The United States. Perjuangan HAM ini karena rakyat Amerika yang berasal dari Eropa sebagai emigran merasa tertindas oleh pemerintahan Inggris. Dalam sejarah perjuangan HAM, Amerika serikat sebagai negara pertama menetapkan dan melindungi HAM dalam konstitusi.

d) Di Perancis

Perjuangan HAM ketika terjadi revolusi Perancis tahun 1789, pernya-taan tidak puas dari kaum borjuis dan rakyat terhadap kesewenanga-wenangan raja Lois XVI, menghasilkan naskah “Declaration des Droits de L’homme et di Citoyen (pernyataan mengenai hak asasi ma-nusia dan warganegara). Pada tahun 1791 deklarasi ini dimasukkan dalam konstitusi. Revolusi Perancis ini dikenal sebagai perjuangan penegakan HAM di Eropa dengan semboyan Liberte (kebebasan), egelite (persamaan), dan fraternite (persaudaraan).

e) Atlantik Charter 1941

Atlantik Charter muncul setelah perang dunia ke II oleh F.D. Roosevelt yang menyebutkan The four Freedom :
  1. Kebebasan untuk beragama (freedom of religion)
  2. Kebebasan untuk berbicara dan berpendapat (freedom of speech and thought);
  3. Kebebasan dari rasa takut (freedom of fear);
  4. Kebebasan dari kemelaratan (freedom of want).
f) PBB
Tgl 10 Desember 1948 dideklarasikan Universal Declaration of Human Rights. “Sekalian porang yang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak asasi yang sama. Mereka dikaruniai akal dan budi. Dan hendaknya bergaul satu sama lian dalam persaudaraan”.

g) Sidang Majelis Umum PBB 1966. Hasil sidang mengeluarkan Covenants on Human Rights antara lain:
  1. The International on Civil and Political Rights
  2. The International Covenant on Economic, sosial, and Cultural Rights;
Optional Protocol, adanya kemungkinan warganegara mengadukan pelanggaran HAM kepada The Human Rights Committee PBB setelah melalui Pengadilan Negaranya. HAM di Indonesia mengenai kebebasan pemilihan anggota parlemen, kebebasan bicara, mengeluarkan pendapat, izin parlemen dalam penetapan pajak, UU dan pembentukan negara, kebebasan beragama, serta diperboleh kannya parlemen untuk mengubah keputusan raja. 

h) Pengakuan Bangsa Indonesia akan HAM

i. Pembukaan UUD 45, bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak seluruh bangsa.
ii. Dirumuskan tujuan nasional dalam pembukaan UUD 45. Lalu sila kedua Pancasila merupakan landasan idiil pengakuan dan jaminan HAM.
iii. HAM diimplementasikan dalam pasal-pasal UUD 45;
iv. HAM dalam Tap MPR No XVII/MPR/1988.
v. HAM dalam Undang-undang No 39 tahun 1999 dan UU No 26 tahun 2000.

Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :
1. Hak asasi pribadi / personal Right:
  • Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
  • Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
  • Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
  • Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
2. Hak asasi politik / Political Right:
  • Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
  • Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan.
  • Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya.
  • Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right:
  • Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
  • Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns.
  • Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
  • Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli.
  • Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak.
  • Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
  • Hak kebebasan untuk memiliki susuatu.
  • Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights:
  • Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan.
  • Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right:
  • Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan.
  • Hak mendapatkan pengajaran.
  • Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.
c. Kaitan Rule of law dan Hak Asasi Manusia

Dapat dipastikan sebagian besar orang akan menyatakan bahwa negara hukum atau rule of law terkait erat dengan hak asasi manusia dalam artian positif. Yaitu bahwa tegaknya rule of law akan berdampak positif pada pelaksanaan hak asasi manusia. Benarkan demikian? Marilah kita perjelas bagaimana kaitan antara negara hukum atau rule of law dengan hak asasi manusia.

Dalam hal ini dapat dipahami beberapa kesimpulan penting dari Randall P. Peerenboom yang melakukan penelitian kaitan antara rule of law dengan hak asasi manusia. Pertama adalah bahwa kaitan antara rule of law dengan hak asasi manusia adalah kompleks. Peerenboom menyatakan bahwa yang menjadi persoalan bukanlah prinsip-prinsip rule of law, tetapi adalah kegagalan untuk menaati prinsip-prinsip tersebut. Akan tetapi yang jelas menurutnya adalah bahwa rule of law bukanlah ‘obat mujarab’ yang dapat mengobati semua masalah. Bahwa rule of law saja tidak dapat menyelesaikan masalah. Peerenboom menyatakan bahwa rule of law hanyalah satu komponen untuk sebuah masyarakat yang adil. Nilai-nilai yang ada dalam rule of law dibutuhkan untuk jalan pada nilai-nilai penting lainnya. Dengan demikian rule of law adalah jalan tetapi bukan ‘tujuan’ itu sendiri.

Berkaitan dengan hak asasi manusia sendiri, terutama hak ekonomi, sosial dan budaya, adalah menarik bahwa Peerenboom menyatakan rule of law sangat dekat dengan pembangunan ekonomi. Selanjutnya dia menyatakan bahwa memperhitungkan pentingnya pembangunan ekonomi bagi hak asasi manusia maka dia menyatakan agar gerakan hak asasi manusia memajukan pembangunan.

Di sini sangat penting untuk diingat bahwa menurut Peerenboom sampai sekarang kita gagal untuk memperlakukan kemiskinan sebagai pelanggaran atas martabat manusia dan dengan demikian hak ekonomi, sosial dan budaya tidak diperlakukan sama dalam penegakan hukumnya seperti hak sipil dan politik. Dalam pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya, menurutnya rule of law saja tidak akan cukup untuk dapat menjamin pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya tanpa adanya perubahan tata ekonomi global baru dan adanya distribusi sumber alam global yang lebih adil dan seimbang. Oleh karena itu menurutnya pemenuhan hak ekonomil, sosial dan budaya juga memerlukan perubahan yang mendasar pada tata ekonomi dunia.

Terakhir yang harus dicatat adalah peringatan Peerenboom tentang bahaya demokratisasi yang prematur. Menurutnya kemajuan hak asasi manusia yang signifikan hanya dapat tercapai dalam demokrasi yang consolidated, sementara demokrasi yang prematur mengandung bahaya yang justru melemahkan rule of law dan hak asasi manusia terutama pada negara yang kemudian terjadi kekacauan sosial (social chaos) atau pun perang sipil (civil war).

Hal lain yang penting dikemukakan oleh Peerenboom adalah bahwa rule of law membutuhkan stabilitas politik, dan negara yang mempunyai kemampuan untuk membentuk dan menjalankan sistem hukum yang fungsional. Stabilitas politik saja tidak cukup. Dalam hal ini dibutuhkan hakim yang kompeten dan peradilan yang bebas dari korupsi.

Pada intinya Peerenboom menyatakan bahwa walaupun rule of law bukanlah obat mujarab bagi terpenuhinya hak asasi manusia, namun demikian, adalah benar pelaksanaan rule of law akan menyebakan kemajuan kulitas hidup dan pada akhirnya terpenuhinya hak asasi manusia.

III. Penutup

Dalam hal ini dapat dipahami beberapa kesimpulan penting dari Randall P. Peerenboom yang melakukan penelitian kaitan antara rule of law dengan hak asasi manusia. Pertama adalah bahwa kaitan antara rule of law dengan hak asasi manusia adalah kompleks. Peerenboom menyatakan bahwa yang menjadi persoalan bukanlah prinsip-prinsip rule of law, tetapi adalah kegagalan untuk menaati prinsip-prinsip tersebut.

Akan tetapi yang jelas menurutnya adalah bahwa rule of law bukanlah ‘obat mujarab’ yang dapat mengobati semua masalah. Bahwa rule of law saja tidak dapat menyelesaikan masalah. Peerenboom menyatakan bahwa rule of law hanyalah satu komponen untuk sebuah masyarakat yang adil. Nilai-nilai yang ada dalam rule of law dibutuhkan untuk jalan pada nilai-nilai penting lainnya. Dengan demikian rule of law adalah jalan tetapi bukan ‘tujuan’ itu sendiri.
Oleh : Qurratul Ain, A.Ma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar